Perlawanan atau Zionis: Pilih dengan Tegas!


Di tengah pusaran dinamika global yang kian kompleks, kita seringkali terperangkap dalam labirin perdebatan dan perbedaan yang tak berkesudahan. Sekat-sekat historis – baik itu afiliasi mazhab, ideologi politik, identitas kultural, atau bahkan preferensi pribadi – acap kali menjelma menjadi dinding tak kasat mata yang memisahkan, menguras vitalitas, dan mengaburkan esensi dari tantangan yang sebenarnya. Kita terpaku pada dialektika internal yang meruncing, sementara ancaman yang lebih fundamental justru bersemi subur di atas lahan perpecahan kita.


Seorang pemikir dan jurnalis terkemuka dari Mesir, Fahmi Huwaidi, berkata: "Hari ini, sekat-sekat mazhab telah mencair, dan tidak tersisa bagi kita kecuali dua mazhab: Apakah engkau berada di Mazhab perlawanan, atau engkau di Mazhab Zionis. Dan itu sudah cukup."


Sebagai informasi singkat, Fahmi Huwaidi (lahir 1937) adalah seorang penulis, pemikir, dan jurnalis Mesir terkemuka yang dikenal luas atas analisis tajamnya mengenai isu-isu politik, sosial, dan agama di dunia Arab dan Islam. Ia merupakan kolumnis senior di surat kabar Al-Ahram Mesir selama puluhan tahun dan telah menulis banyak buku yang menggugah pemikiran. 


Pandangan-pandangannya seringkali kritis terhadap hegemoni Barat dan normalisasi dengan Israel, serta menyerukan persatuan umat menghadapi tantangan eksternal.


Pernyataan Huwaidi, meskipun terasa lugas, sesungguhnya menyimpan kedalaman filosofis yang melampaui batasan sektarianisme agama atau etnisitas.


Esensi pesan Huwaidi adalah sebuah seruan untuk menyederhanakan prioritas yang mendesak. Di era di mana penindasan sistematis, agresi kolonial, dan ketidakadilan struktural menjelma menjadi ancaman nyata bagi harkat kemanusiaan, polemik internal yang memecah-belah menjadi sangat tidak relevan. Kekuatan-kekuatan yang berambisi untuk menindas, memecah-belah, dan mengeksploitasi justru merayakan setiap fragmen perpecahan yang kita ciptakan sendiri. Eksistensi mereka menguat di atas celah-celah yang kita biarkan menganga.


Kini, saatnya bagi kita untuk merefleksikan dan belajar dari realitas ini. Sekat-sekat lama, entah itu perbedaan doktrinal, etnis, faksional, atau bahkan interpretasi historis, haruslah kita kikis dengan kesadaran penuh. Energi yang selama ini terkuras untuk saling mencurigai dan menjatuhkan, semestinya dialirkan untuk memupuk konstruksi persatuan. Musuh sejati kita bukanlah sesama saudara atau sebangsa yang memiliki pandangan berbeda, melainkan sistem ketidakadilan, manifestasi agresi, dan segala bentuk hegemoni yang mengancam kedaulatan dan martabat kolektif kita.


"Mazhab perlawanan" yang diistilahkan oleh Huwaidi bukanlah sekadar representasi dari konfrontasi militeristik, melainkan sebuah etos universal untuk membela keadilan, memerdekakan hak-hak yang terampas, dan menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Etos ini seyogianya menyatukan kita, tanpa memandang latar belakang apa pun. Kita mungkin menapaki jalan yang beragam, namun destinasi kita haruslah tunggal: terwujudnya keadilan substantif dan kedaulatan yang paripurna bagi seluruh entitas.

Komentar

Komentar via Facebook

Paling Sering Dikunjungi

🧭 Pertarungan Penentu Abad Ini: Jika Iran atau Israel Kalah, Apa Nasib Palestina?

Konflik Timur Tengah: Melampaui Tabir Sektarianisme dan Membaca Geopolitik Sesungguhnya

Ibnu Taimiyah dan Pengkhianatan: Sebuah Refleksi di Zaman Modern

Tulisan Baru

Arsip

Tampilkan selengkapnya