Virus LGBT Dalam Masyarakat Muslim
Berbicara tentang LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan
transgender), tidak sama dengan berbicara tentang perbedaan agama, ras, suku
bangsa, atau warna kulit. Perbedaan agama jelas merupakan perbedaan keyakinan
yang diikuti, beserta peraturan dan norma-norma tersendiri yang ada di
dalamnya. Setiap pemeluk agama berhak untuk mengamalkan segala ajaran yang ada
di dalam agamanya dengan tetap menghormati keyakinan yang berbeda. Perbedaan
ras, suku bangsa dan warna kulit adalah perbedaan yang tidak ada campur tangan
manusia untuk menentukannya. Tidak ada manusia yang mampu memilih warna kulit
apa yang dia inginkan sebelum dilahirkan. Sangat tidak masuk akal dan tidak
pantas kalau kita melihat ada yang membeda-bedakan hak manusia atas dasar ini.
Namun LGBT yang mana merupakan wujud dari orientasi seksual yang menyimpang (tidak
alami), tentu menghendaki sebuah kajian apabila dianggap telah melanggar ajaran
agama, norma sosial kemasyarakatan, kenyamanan dan keamanan.
Mengapa begitu? Karena kita masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama. Khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam harus lah
mengikuti aturan dan batasan yang ada di dalam Islam. Dalam Islam ada
aturan-aturan yang mengatur kehidupan manusia dari urusan yang paling pribadi
hingga urusan kenegaraan antar bangsa. Apabila aturan dan batasan tersebut
dilanggar maka kerusakanlah yang menanti. Dalam Islam, kerusakan pribadi akan
berdampak kepada kerusakan keluarga, kemudian masyarakat hingga kerusakan
negara.
Sebagai contoh Islam mengharamkan narkoba, mengapa? Bukannya
yang dirusak hanya tubuh dan akal si pemakai? Karena kalau dia seorang kepala
keluarga dia akan membawa kehancuran bagi keluarganya. Kalau dia seorang anak
dia akan membawa kehancuran bagi generasinya. Seterusnya berbagai tindak
kriminal akan merajalela di tengah masyarakat yang rusak dan sakit.
Contoh lain Islam mengaharamkan riba, mengapa? Bukannya bila
si penerima dan pemberi hutang sama-sama suka tidak akan ada yang dirugikan?
Karena kalau praktek riba menyebar di masyarakat akan mematikan kehidupan
ekonomi masyarakat. Penerima hutang akan dikejar-kejar tagihan yang terus
menumpuk tanpa sempat mengembangkan usahanya. Pemberi hutang akan mendapat
keuntungan berlipat-lipat tanpa usaha dan peran serta dalam memajukan kehidupan
ekonomi. Kesenjangan di antara masyarakat akan terus meningkat hingga
menimbulkan kecemburuan sosial. Masyarakat akan hidup individual dan kehilangan
rasa sosial. Keadaan seperti sudah pasti akan mengantarkan kepada berbagai
tindak kriminal, kekacauan dan kerusakan.
Contoh lain Islam mengharamkan zina, mengapa? Bukannya zina
dilakukan atas dasar suka sama suka? Karena seseorang yang belum menikah tapi
sudah terbiasa berzina tidak akan mampu membangun rumah tangga dengan benar dan
tidak akan mampu mendidik anak-anaknya nanti. Sedangkan seseorang yang sudah
menikah tapi masih berzina pastilah rumah tangganya berantakan. Pada akhirnya
hilanglah masyarakat bersamaan dengan hilangnya generasi sebagai motor kemajuan
umat. Masyarakat akan tenggelam dalam dunia hawa nafsu, kekacauan dan
kerusakan, disamping azab berupa penyakit-penyakit ganas. Hal ini membuktikan
bahwa segala hal yang diperintahkan oleh Islam adalah maslahah (kebaikan), dan
segala hal yang dilarang adalah mafsadah (kerusakan).
Mengenai hal ini jelas sekali LGBT jauh lebih buruk daripada
zina. Karena disamping hubungan seks yang dilakukan tidak di dalam aqad nikah
yang diakui oleh agama, hubungan tersebut juga dilakukan dengan sesama jenis
yang mana pelakunya mendapat ancaman tersendiri di banyak ayat al Qur’an dan
Hadis. Tuntutan pelegalan pernikahan sejenis tentu yang dimaksud adalah
pelegalan secara negara saja, karena pernikahan seperti itu tidak akan diterima
secara agama yang telah memiliki ketentuan dan syarat tertentu untuk
melangsungkan pernikahan. Kerusakan yang ditimbulkannya di tengah masyarakat
tentu juga jauh lebih parah daripada zina. Selain kerusakan yang disebabkan
zina sebagaimana telah disebutkan di atas, LGBT juga memutus keturunan manusia,
dan menyebarkan kekejian dan kemungkaran dalam bentuk yang paling buruk.
Hukum LGBT secara agama sudah jelas dan pasti, karena
disepakati semua ulama berdasarkan dalil-dalil yang jelas lagi terang benderang
bagaikan di bawah terik matahari. Tidak ada keraguan lagi padanya. Walaupun
begitu aktifis kemungkaran tetap saja mencari-cari syubhat untuk meragukan umat
Islam. Seperti dalih bahwa ulama berbeda-beda pendapat tentang hukuman atas
pelaku. Ini sungguh dalil yang tidak nyambung dan bertentangan dengan akal
sehat. Bagaimana mungkin perbedaan dalam masalah hukuman bagi pelaku menjadi
dalil atas hukum perbuatannya? Dalil yang lebih konyol lagi adalah bahwa mereka
melakukannya atas dasar suka sama suka. Tidak pernah ada dalam Islam kaidah
suka sama suka melegalkan segala jenis maksiat!
Mengenai norma sosial yang merupakan bentuk hukum-hukum tak
tertulis yang diakui segenap masyarakat, bagi pelanggarnya akan mendapat
hukuman secara sosial juga, pengucilan misalnya. Norma sosial ini biasanya
sangat terpengaruh oleh agama dan ideologi dominan di sebuah daerah. Nah, norma
sosial ini lah yang selama ini terus menjadi sasaran tembak para aktifis
liberal dan LGBT dengan dalih HAM. Hal ini karena norma sosial ini sering tidak
memiliki landasan yang kuat dalam proses terbentuknya. Karena ia lebih kepada
sebuah adat dan kebiasaan, daripada sebuah kesimpulan melalui proses berpikir
berdasarkan premis maupun dalil yang diakui bersama.
Para aktifis liberal dan LGBT menginginkan bagaimana segala
maksiat dan kemungkaran ini marak dan tersebar di segala penjuru.Mereka
menginginkan maksiat dan kemungkaran menjadi hal biasa dan normal. Mereka ingin
membolak-balik norma-norma yang telah berlaku di masyarakat. Mereka ingin kerusakan
menjadi suatu yang normal, dan apa yang sudah dikenal normal menjadi sebuah
kerusakan. Lihat saja bagaimana mereka membentuk opini publik bahwa rok mini,
pacaran, ciuman di tempat umum, hingga LGBT menjadi hal yang biasa dan kerap
disaksikan di televisi dan dunia nyata.
Untuk bertahan dengan tujuan mereka ini dan menolak semua
hambatan, baik berupa agama maupun norma sosial, dan bahkan akal, mereka
berlindung di bawah payung hak asasi manusia. Kampanye mereka bahwa manusia itu
bebas (liberal), hak manusia untuk memilih ingin menjadi baik atau rusak. Ya
kampanye mereka benar, semua manusia itu bebas dan akan dibalasi sesuai dengan
perbuatannya di akhirat kelak. Hanya saja, masyarakat menginginkan kehidupan
yang bermartabat dan mulia. Segala bentuk kekejian dan kemungkaran yang diumbar
ke khalayak ramai jelas-jelas melanggar dan merusak hak masyarakat banyak,
khususnya kepada generasi penerus.
Segala perbuatan maksiat seperti berzina, narkoba dan
mabuk-mabukan, bahkan LGBT kalau
dilakukan sembunyi-sembunyi tanpa diketahui orang banyak tidak akan menjadi
masalah (tidak akan dihukum). Urusannya akan diserahkan kepada Allah di akhirat
kelak. Coba perhatikan syarat hukuman bagi pelaku zina yang ada dalam hukum
Islam. Harus ada empat saksi bahwa pelaku sudah melakukan zina. Bagaimana
mungkin hal ini terjadi dilingkungan yang beragama dan bermartabat? Hal ini
tidak akan terjadi kecuali di lingkungan yang kemungkaran dan kekejian sudah
tersebar dan menjadi hal biasa. Hal ini lah yang dijaga oleh hukum Islam,
jangan sampai kemungkaran menjadi hal biasa.Akan tetapi sebaliknya hal ini lah
yang diinginkan oleh para aktifis kemungkaran melalui kampanye-kampanye mereka,
melalui infotaiment, sinetron, situs-situs porno, bahkan acara lawakan dan
lucu-lucuan. Semua itu tidak lain yang ditargetkan adalah semua sendi-sendi
agama sehingga melemahkan masyarakat muslim.
Masyarakat muslim yang kehilangan agamanya adalah masyarakat
yang kehilangan martabat dan kemuliaannya. Kehidupan sosial masyarakat akan
runtuh hingga ke tingkat hewani. Masyarakat menjadi individual, yang kuat
memakan yang lemah, kehilangan kasih sayang antar sesama, tidak ada saling
perhatian dan saling membantu, penuh pengkhiantan, dan mempertuhankan hawa
nafsu. Masyarakat yang seperti itu adalah masyarakat yang lemah, mudah didikte, mudah dikuasai, mudah
diperbudak dan dijajah. Bangsa yang seperti itu akan menjadi mangsa yang empuk
dalam percaturan dan persaingan kolonialisme dunia. Tidak ada jalan keluar dari
semua itu selain menghidupkan kembali jati diri Islam di tengah masyarakat yang
kini semakin pudar. Kajian ini akan diperpanjang dalam tulisan selanjutnya
Insya Allah.
Semoga bermanfaat.
*ditulis oleh Yahya Ibrahim, Lc. Mahasiswa Pasca Sarjana
universitas Al-Azhar Mesir, untuk bahan kajian dwi mingguan Islammu Mesir pada
tanggal 4/3/2016
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukan dan pendapat anda, semoga bermanfaat...