Tidak Ada 'Islam Nusantara' di Minangkabau

Sangat besar artinya Falsafah (prinsip hidup) Minang, “Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah” dan “Syara’ mangato, adat mamakai.” Dua ajaran luhur budaya minang ini membebaskan para pemikir muslim berdarah minang dari syubhat-syubhat terbaru seperti Islam Nusantara, menusantarakan Islam, arabisasi berkedok Islamisasi, dan lain-lain. Hal mana yang kita lihat marak di daerah lain.

“Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah” bermakna bahwa segala yang menjadi adat haruslah sesuai dengan ajaran agama yang bersumber dari Kitabullah (Al-Qur’an). Jika ada ajaran adat yang tidak sesuai dengan agama sepatutnyalah dihapuskan. Jika kita masih menemukan ajaran adat yang berselisih dengan ajaran agama maka ketahuilah bahwa pemuka-pemuka agama di Minangkabau sedang dalam proses untuk mengislamkannya. Disamping itu falsafah ini juga mengindikasikan bahwa setiap orang Minangkabau beragama Islam, jika tidak beragama Islam, maka orang tersebut bukanlah orang Minang.

“Syara’ mangato, adat mamakai” bermakna apa-apa saja yang dikatakan dan diajarkan oleh agama maka itulah yang dipakaikan dalam adat. Daerah minang tidak mengenal istilah arabisasi jika ajaran agama dijadikan sendi-sendi adat dan pemutus antara yang benar dan yang salah dalam adat sehari-hari. Adat sama sekali tidak tersinggung dengan Islamisasi adat (dakwah Islam), apalagi sampai memandang curiga bahwa dakwah merupakan usaha arabisasi. Agama menjadi telaga hikmah bagi adat dalam penyampaian wejangannya. Ketika ada orang yang dikatakan tidak beradat sudah dipastikan tercela agama dan akhlaknya.

Maka ketahuilah bahwa dua prinsip ini tidak dicetuskan dengan mudah dan begitu saja. Ranah minang bisa sampai kepada ideologi ini setelah melalui proses dakwah yang panjang oleh para ulama terdahulu. Bahkan jalan yang dilalui mereka berdarah-darah karena penentangan kaum adat yang tidak bisa menerima ideologi ini. Terlebih sebelumnya sudah ada falsafah yang berbunyi: Adat basandi syara’ syara’ basandi adat. Jika kita cermati falsafah ini maka tersirat makna bahwa di antara keduanya memiliki kekurangan, sehingga masing-masing saling memberi dan menerima (simbiosis Mutualisme). Inilah yang disebut prinsip Sekularisme.


Akan tetapi dakwah Islam di Ranah Minang tak kenal henti. Hingga ketika meletusnya perang paderi, syara’ semakin mendominasi kehidupan di Alam Minangkabau. Syara' (Islam) menjadi hal yang sangat diperhitungkan serta menjadi api semangat perjuangan untuk mengusir penjajah Belanda. Maka pada akhirnya dideklarasikanlah pepatah adat yang dirumuskan di puncak Bukit Marapalam yang berbunyi ADAT BASANDI SYARA’ SYARA’ BASANDI KITABULLAH. Semoga Allah Swt selalu melimpahkan rahmatNya kepada ulama-ulama kita yang telah mengorbankan segala daya demi tegaknya Islam di Alam Minangkabau.

Komentar

Komentar via Facebook

Paling Sering Dikunjungi

🧭 Pertarungan Penentu Abad Ini: Jika Iran atau Israel Kalah, Apa Nasib Palestina?

Apakah Perang Iran-Israel Nyata atau Pura-pura? Membedah Perang Proksi dan Perebutan Pengaruh di Timur Tengah

Konflik Timur Tengah: Melampaui Tabir Sektarianisme dan Membaca Geopolitik Sesungguhnya

Tulisan Baru