Dakwah dan Bid'ah
Perdebatan tak berujung tentang 'bid'ah' masih saja menyibukkan umat dewasa ini. Padahal dakwah masih harus berlanjut dengan tantangan yang semakin berat. Belum lagi syubhat2 musuh Islam terus semakin gencar membingungkan umat dan butuh berbagai klarifikasi.
Kajian tentang 'bid'ah' tentu saja tidak bisa dipukul rata untuk tiap kasus. Karena diantaranya ada hal2 yang memang ikhtilaf ulama tentang hukumnya, ada yang memang bid'ah kemudian dianggap syariat, dan ada pula yang merupakan sarana dakwah para ulama terdahulu kemudian dianggap bid'ah oleh sebagian dan dianggap syariat oleh sebagian yang lain.
Ada hal2 pokok yang harus dimiliki seseorang untuk memahami hal ini. Diantaranya ilmu syariat, fiqh dakwah, fiqh waqi' dan fiqh awlawiyat.
Ilmu syariat dibutuhkan untuk mengetahui mana2 ibadah yang ada dalilnya dan mana yang tidak, dan untuk mengetahui mana2 yang sesuai dengan syariat dan mana yang bertentangan.
Fiqh dakwah dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana Rasul Saw, para Sahabat dan para ulama berdakwah. Apakah dakwah Rasul Saw itu berbentuk revolusi atau bertahap dan berangsur2. Apakah dakwah itu mesti menghapuskan semua adat istiadat yang ada atau melalui proses islamisasi adat yang berlaku secara bertahap hingga tidak bertentangan dengan syariat.
Fiqh waqi' diperlukan untuk memahami keadaan terkini pencapaian dakwah. Sudah sampai mana dakwah sekarang. Sudah sampai mana kesadaran masyarakat untuk memeluk Islam secara kaffah. Sudah sampai mana pemahaman masyarakat tentang agama ini. Sudah sampai mana kesiapan masyarakat untuk meninggalkan apa2 yang bertentangan dengan agama. Fiqh ini diperlukan agar seorang da'i bisa bijak dalam penyampaian dakwahnya.
Fiqh awlawiyat dibutuhkan agar seorang da'i mampu menimbang mana yang lebih diutamakan dan didahulukan dalam perbaikan masyarakat dan mana yang bisa diakhirkan. Mana hal2 pokok dalam agama yang mesti terhujam kuat dalam diri seorang muslim dan mana yang hal2 pelengkap sehingga seorang muslim bisa dikatakan kaffah. Tentu saja semua disimpulkan dan kembali kepada bagaimana dakwah Rasul Saw.
Dengan 4 kompetensi ini kita bisa memahami, memilah dan menentukan sikap terhadap pembagian bid'ah yang saya sebutkan diatas. Terserah kalau ada yang mau mengatakan bahwa pembagian ini juga bid'ah karena belum ada sebelumnya :). Pembagian bid'ah yang sering kita dengar adalah bid'ah hasanah dan sayyiah, kemudian lughawiyah dan syar'iyah. Pembagian ini baru berdasarkan pemahaman saya yang minim sehingga masih bisa didiskusikan :)
Pertama adalah bid'ah yang telah menjadi perdebatan dan ikhtilaf ulama sejak dulu. Sebagai contoh membaca do'a qunut setiap subuh, melafazkan niat ketika mulai ibadah, menggunakan tasbih (alat hitung ketika berzikir) dan lain2. Karena kita sama sekali belum mempunyai kapabelitas untuk mengkritisi para ulama besar dengan lautan ilmu mereka yang pengikutnya membentuk empat mazhab besar. Menjadi sangat rancu ucapan 'kamu mengikuti mazhab atau Rasul Saw'. Karena ijtihad yang dilakukan para ulama sudah pasti berdasarkan nash2 syar'i yang datang dari Rasulullah Saw.
Kemudian juga tidak layak kalau kita mengkritisi mereka yang berusaha mencontoh dan mengamalkan apa yang didapat dari sunnah Rasul Saw, seperti memakai cadar dan pakaian di atas lutut. Bukan aib bukan dosa dalam agama. Tapi dalam dakwah cukup kiranya dengan apa yang telah disepakati ulama bahwa pakaian harus menutup aurat.
Perdebatan berkaitan ini hendaknya dihentikan, masih banyak yang harus didahulukan dan butuh perhatian besar seperti perbaikan penyakit masyarakat dan penerapan syariat Islam dalam kehidupan umat.
Kedua adalah bid'ah yang bertentangan dengan agama namun masih diyakini dan diamalkan oleh sebagian orang, seperti kepercayaan2 kuno, takhyul, khurafat, percaya arwah leluhur, jimat, kebiasaan dan adat yang bertentangan dengan agama, dan lain sebagainya. Hal inilah yang seyogyanya menjadi perhatian para da'i untuk islah dan perbaikan sehingga umat bisa terlepas dari semua penyimpangan ini.
Dakwah untuk hal ini juga harus berangsur2 dan dilakukan dengan bijak mengingat sudah sangat melekat di keseharian masyarakat. Sebagai contoh di Sumbar kebiasaan adu kerbau yang menjadi ajang perjudian dan kemudian dilanggengkan dengan alasan pariwisata, sudah menjadi adat harus dilakukan setiap tahun. Alhamdulillah adat ini sudah berhasil dihapuskan secara penuh baru tahun2 belakangan ini. Contoh lain adalah pakaian adat pengantin wanita yang sudah dipadukan dengan jilbab syar'i. Tidak dipungkiri ini adalah sebuah kemajuan besar dengan tetap penuh kesadaran bahwa proses islamisasi adat dan kebiasaan masyarakat mesti terus dilanjutkan.
Ketiga adalah 'bid'ah' yang sebelumnya merupakan wasilah dan sarana para ulama untuk menyampaikan dakwah agar dapat diterima masyarakat dengan mudah, dan sebagai penghidup syi'ar2 agama di tengah masyarakat. Pembagian ketiga ini bisa berupa acara selamatan, tahlilan, yasinan, maulid nabi dan perayaan hari2 besar lainnya selain idul fitri dan idul adha. Saya yakin semua kita sudah pernah membaca bagaimana ulama dulu berdakwah dengan melakukan asimilasi ajaran Islam kepada adat setempat. Kebiasaan2 masyarakat pra Islam dimasuki sedikit demi sedikit nilai dan ajaran Islam. Begitu juga perayaan2 dimanfaatkan oleh ulama untuk menyampaikan pengetahuan dan ajaran agama. Namun sayang belakangan ini jarang kita temukan ulama yang menjelaskan kepada masyarakat bahwa semua itu hanya metode dakwah dan bukan syariat Islam. Sehingga sebagian masyarakat mengangap itulah Islam, lebih tepatnya Islam Indonesia. Maka siapa saja yang menolak melakukannya dianggap aneh bahkan sesat, lantas dimusuhi. Bagaimana mungkin orang tidak melakukan apa yang tidak dilakukan Rasul Saw sesat? Kan malah jadi aneh.
Disisi lain ada pula yang langsung mencap semua amaliah diatas bid'ah dan sesat. Mereka abaikan bagaimana seharusnya metode dakwah. Mereka abaikan bagaimana dulu dakwah bisa berkembang di masyarakat. Kalau tanpa usaha ulama dulu mengislamkan budaya yang telah ada di masyarakat tentu tidak akan begini pesat perkembangan Islam di Indonesia. Coba bayangkan kapan menumbuhkan cinta kepada Rasul Saw, mempelajari sirah dan perjuangan dakwah Beliau kalau tidak pada hari2 besar itu. Syi'ar agama akan redup di tengah masyarakat yang semakin disibukkan oleh carut marut masalah duniawi dan beban kehidupan yang semakin berat. Tidak ada lagi momen2 untuk mengumpulkan masyarakat mempelajari Islam bersama2. Kemudian menanamkan rasa keislaman hingga memiliki cita2 bisa menerapkan syariat Islam di tanah airnya. Begitu pula kebiasaan bersalaman setelah shalat, bukan syariat, tapi syi'ar Islam untuk menebarkan salam dan mempererat ukhuwah Islamiyah.
Maka yang dibutuhkan disini adalah penyadaran masyarakat bahwa semua itu bukan syariat, melainkan adalah proses dakwah dan pendekatan masyarakat kepada ajaran dan nilai2 Islam. Tentu saja dengan terlebih dahulu menghilangkan semua amalan2 yang bertentangan dg syariat.
Dibutuhkan disini ulama yang di setiap kesempatan tsb menjelaskan bahwa semua hanya upaya membumikan nilai2 Islam. Bukan membuat syariat baru dalam agama. Dibutuhkan disini perbaikan terus menerus agar masyarakat paham, bukan hantam kromo semua harus dimusnahkan karena bid'ah.
#sedikit usaha untuk menyatukan umat dan wallahua'lam...
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukan dan pendapat anda, semoga bermanfaat...