Mencari Titik Persamaan, Memaafkan Titik Perbedaan
Awal masalah yg muncul antara PKS dan Hizbut Tahrir adalah tentang hukum berdemokrasi. Keduanya berselisih dan berbeda pendapat. Kemudian masalah ini berkembang kepada salah paham dan selalu berprasangka buruk. Fitnah terus berkembang hingga menjadi pertengkaran heboh bahkan tak terkendali di akar rumput.
Ada baiknya kembali kita memahami demokrasi itu apa. Demokrasi secara bahasa adalah kekuasaan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat pembuat hukum buat rakyat yg lain. Dalam Ma'alim fi Thariq, Ustadz Sayyid Quth, ulama Ikhwanul Muslimin yg dihukum gantung, menjelaskan bahwa demokrasi tidak sesuai dg Islam. Karena dalam Islam yang berhak membuat hukum adalah Allah dan RasulNya. Inilah yg beliau maksud dari pembebasan manusia dari penyembahan sesama makhluk kepada hanya menyembah Allah SWT. Sedangkan demokrasi yg diusung oleh barat bisa menghalalkan apa yg diharamkan dan mengharamkan yg dihalalkan menurut suara mayoritas. Sebab itu lah Beliau menyebut demokrasi adalah sistem jahiliyah.
Islam sebagai risalah yang benar dari Allah SWT tentu memiliki sistem terbaik untuk umat manusia. Al Quran menyebutnya syura, atau yang kita kenal dengan musyawarah untuk mufakat. Keputusan dalam syura bukan melalui suara terbanyak, tapi berdasarkan kebenaran, masuk akal atau tidak, dan selama tidak menyimpang dari Qawaid Ammah Al Quran dan hadis. Maka pendapat minoritas bisa menang kalau sudah disepakati bersama bahwa pendapat itu yg terbaik.
Namun seiring perkembangan zaman yang semakin jauh dari agama, syura yg Islami mulai ditinggalkan. Setiap kelompok dan individu bersikeras mendahulukan pendapatnya tanpa harus berasas kebenaran. Maka demokrasi menjadi jalan keluar karena dianggap paling adil menerima suara setiap komponen.
Oleh sebab itu lah IM dan kelompok-kelompok yang sefikrah mulai merubah cara pandangnya terhadap demokrasi. Demokrasi hanya sebuah sistem atau alat. Baik dan buruknya suatu sistem tergantung siapa yg menggunakannya. Jika Individu-individu yg berada di dalam sistem baik, maka baiklah sistem tersebut. IM mulai merubah pergerakannya dari tarbiyah menuju siyasah, dengan harapan ketika orang-orang yg menginginkan penerapan syariat Islam mayoritas di parlemen, maka pemerintahan yg Islami itu dapat diwujudkan.
Hanya saja HT tidak bisa menerima ini. Demokrasi busuk ciptaan barat dikuasai oleh kapitalis. Siapa saja yg ikut dalam demokrasi akan terbawa-bawa berbagai tipu muslihat dalam dunia politik. HT lebih mengutamakan dakwah memasyarakat untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya khilafah. Dengan harapan suatu saat nanti umat Islam akan sadar bahwa sistem yg dimiliki Islam adalah sistem yg terbaik.
Lalu kenapa perbedaan cara pandang ini harus menjadikan pejuang syariat berbecah belah? Bukankah tujuan kita sama? Menerapkan syariat Islam? Harusnya kedua kelompok berjuang dengan bersungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, bukan sibuk mengurusi proyek orang lain. Malah menurut saya akan lebih maksimal kalau bekerja sama.
Semua umat Islam pasti mengidam-idamkan khilafah. Pemerintahan gaya Khulafa ar Rasyidin. Namun pemerintahan Islam ini belum dipastikan modelnya seperti apa, republik kah atau kerajaan kah? Menurut analisa singkat saya Khilafah masa depan adalah sebuah persatuan negara-negara Islam dunia, Moslem United, seperti Uni Eropa begitu lah. Negara-negara Islam bersatu untuk saling membangun, terserah republik atau kerajaan yg penting menerapkan syariat Islam. Disana ada bebas visa antar negara, mata uang sama (dinar Islami) dan proyek perdagangan dan industri bersama. Terserah siapa yg menjadi khalifah, bisa jadi dipilih dari kepala2 negara yg ikut bergabung.
Saudara-saudaraku seiman, bagaimana kalau ini yang kita diskusikan?
Ada baiknya kembali kita memahami demokrasi itu apa. Demokrasi secara bahasa adalah kekuasaan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat pembuat hukum buat rakyat yg lain. Dalam Ma'alim fi Thariq, Ustadz Sayyid Quth, ulama Ikhwanul Muslimin yg dihukum gantung, menjelaskan bahwa demokrasi tidak sesuai dg Islam. Karena dalam Islam yang berhak membuat hukum adalah Allah dan RasulNya. Inilah yg beliau maksud dari pembebasan manusia dari penyembahan sesama makhluk kepada hanya menyembah Allah SWT. Sedangkan demokrasi yg diusung oleh barat bisa menghalalkan apa yg diharamkan dan mengharamkan yg dihalalkan menurut suara mayoritas. Sebab itu lah Beliau menyebut demokrasi adalah sistem jahiliyah.
Islam sebagai risalah yang benar dari Allah SWT tentu memiliki sistem terbaik untuk umat manusia. Al Quran menyebutnya syura, atau yang kita kenal dengan musyawarah untuk mufakat. Keputusan dalam syura bukan melalui suara terbanyak, tapi berdasarkan kebenaran, masuk akal atau tidak, dan selama tidak menyimpang dari Qawaid Ammah Al Quran dan hadis. Maka pendapat minoritas bisa menang kalau sudah disepakati bersama bahwa pendapat itu yg terbaik.
Namun seiring perkembangan zaman yang semakin jauh dari agama, syura yg Islami mulai ditinggalkan. Setiap kelompok dan individu bersikeras mendahulukan pendapatnya tanpa harus berasas kebenaran. Maka demokrasi menjadi jalan keluar karena dianggap paling adil menerima suara setiap komponen.
Oleh sebab itu lah IM dan kelompok-kelompok yang sefikrah mulai merubah cara pandangnya terhadap demokrasi. Demokrasi hanya sebuah sistem atau alat. Baik dan buruknya suatu sistem tergantung siapa yg menggunakannya. Jika Individu-individu yg berada di dalam sistem baik, maka baiklah sistem tersebut. IM mulai merubah pergerakannya dari tarbiyah menuju siyasah, dengan harapan ketika orang-orang yg menginginkan penerapan syariat Islam mayoritas di parlemen, maka pemerintahan yg Islami itu dapat diwujudkan.
Hanya saja HT tidak bisa menerima ini. Demokrasi busuk ciptaan barat dikuasai oleh kapitalis. Siapa saja yg ikut dalam demokrasi akan terbawa-bawa berbagai tipu muslihat dalam dunia politik. HT lebih mengutamakan dakwah memasyarakat untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya khilafah. Dengan harapan suatu saat nanti umat Islam akan sadar bahwa sistem yg dimiliki Islam adalah sistem yg terbaik.
Lalu kenapa perbedaan cara pandang ini harus menjadikan pejuang syariat berbecah belah? Bukankah tujuan kita sama? Menerapkan syariat Islam? Harusnya kedua kelompok berjuang dengan bersungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, bukan sibuk mengurusi proyek orang lain. Malah menurut saya akan lebih maksimal kalau bekerja sama.
Semua umat Islam pasti mengidam-idamkan khilafah. Pemerintahan gaya Khulafa ar Rasyidin. Namun pemerintahan Islam ini belum dipastikan modelnya seperti apa, republik kah atau kerajaan kah? Menurut analisa singkat saya Khilafah masa depan adalah sebuah persatuan negara-negara Islam dunia, Moslem United, seperti Uni Eropa begitu lah. Negara-negara Islam bersatu untuk saling membangun, terserah republik atau kerajaan yg penting menerapkan syariat Islam. Disana ada bebas visa antar negara, mata uang sama (dinar Islami) dan proyek perdagangan dan industri bersama. Terserah siapa yg menjadi khalifah, bisa jadi dipilih dari kepala2 negara yg ikut bergabung.
Saudara-saudaraku seiman, bagaimana kalau ini yang kita diskusikan?
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukan dan pendapat anda, semoga bermanfaat...