Problematika Umat Kontemporer

Menurut
saya hal ini seiring dengan semakin meningkatnya perhatian masyarakat terhadap
agama ini sebagai buah semakin derasnya suara para da’i2 Islam. Hal yang sangat
patut kita apresiasi. Hal ini tentu saja meresahkan para pembenci dakwah dan
orang-orang yang alergi kalau peradaban Islam itu kembali tegak. Karena Islam
kalau sudah tegak sesuai dengan hakikatnya akan mengalahkan segala penghalang
di jalannya. Firman Allah dalam surat at Taubah 33,
هوَ الَّذِÙŠ Ø£َرْسَÙ„َ رَسُولَÙ‡ُ بِالْÙ‡ُدَÙ‰
Ùˆَدِينِ الْØَÙ‚ِّ Ù„ِÙŠُظْÙ‡ِرَÙ‡ُ عَÙ„َÙ‰ الدِّينِ ÙƒُÙ„ِّÙ‡ِ ÙˆَÙ„َÙˆْ ÙƒَرِÙ‡َ الْÙ…ُØ´ْرِÙƒُونَ
“Dialah
yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama
yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang
musyrikin tidak menyukai.”
Di lain
pihak terlihat sangat kontras bagaimana muncul suara2 seruan untuk toleransi
kepada umat selain Islam. Memangnya kurang toleransi apa umat Islam selama ini?
Toleransi kepada umat lain itu tidak perlu diajarkan kepada umat Islam. Ajaran itu
sudah ada di dalam Islam sendiri dengan mengikut sunnah Rasul Saw sebelum dan
sesudah adanya Negara Islam di Madinah.
Toleransi
apa yang mereka maksud? Toleransi untuk mengatakan semua agama benar? Siapa
saja yang mengatakan seperti itu maka terang sudah rusak imannya. Karena iman
menghendaki implementasi dalam kenyataan. Kalau percaya agama Islam agama yang
benar maka syariah Islam wajib ditegakkan. Kalau semua agama benar maka ajaran
mana yang akan diturutkan? Satu melarang makan babi minum wiski, dan yang lain
membolehkan. Inikah yang ditoleransi?
Hal yang semestinya terus
digalakkan dalam dakwah adalah bagaimana tauhid, yang menjadi inti ajaran Islam,
menjadi motor penggerak segala gerak gerik umat dalam berbangsa dan bernegara.
Tauhid seharusnya muncul sebagai cara pandang (worldview) umat terhadap
persoalan yang dihadapi dan juga menjadi landasan di setiap tanggungjawab
pekerjaan yang diemban. Dengan ini yakinlah segala kerusakan yang ada di segala
system bisa diperbaiki. Hal yang ini sebenarnya sudah dikenal di kalangan
Muhammadiyah dengan Tauhid Sosial yang dicetuskan oleh Ust. Amin Rais, atau disebut
dengan Tauhid Amali oleh Syekh Muhammad al Ghazali.
Umat Islam harus kembali kepada
Tauhid ketika membuat dan memandang suatu hukum Negara. Sesuai tidak dengan
Islam? Kalau tidak, siapa yang lebih pantas diikuti? Selanjutnya umat harus ikut
berperan memikirkan bagaimana mengendalikan Negara agar sesuai dengan batasan2
Islam. Itu seharusnya menjadi beban bersama. Lebih dari itu seharusnya Tauhid
muncul di segala bidang pekerjaan dan pendidikan. Setiap pekerjaan seharusnya
diniatkan untuk mencari ridho Allah. Setiap ilmu harusnya diyakini berasal dari
Allah dan dimanfaatkan untuk kehidupan manusia sebagai amanah dari Allah. Pekerjaan
bukan sekedar untuk penyambung hidup dan kepuasan pribadi, dan ilmu bukan
sekedar untuk mendapat perstise, pekerjaan dan jabatan.
Sebagian kelompok memang menjadikan
Tauhid sebagai dasar gerakannya. Pemurnian Tauhid menjadi tujuannya. Hanya saja
saya menilai mereka salah kaprah dalam aplikasinya. Segala perbedaan fiqih yang
berbentuk khilafiyah diantara para ulama tidak seharusnya dikaitkan dengan
akidah. Perdebatan tanpa ujung dalam permasalah ilmu Tauhid (ilmu kalam)
seharusnya tidak sampai kepada tingkat takfir dan syirik. Cukuplah segala
perbedaan itu begitu adanya dan kita beralih kepada hal yang lebih utama.
Benar ketika Nabi Saw di Mekah
perhatian Nabi terfokus kepada perbaikan akidah umat. Dengan Tauhid umat hanya
takut dan tunduk kepada aturan2 Allah kemudian tercermin dalam amaliah dan akhlak.
Tapi apa Nabi ketika itu menempuh jalan perdebatan ilmu kalam dalam menjelaskan
Tauhid. Ketahuilah bahwa sebenarnya ilmu kalam itu muncul untuk membentengi
akidah Islam dari syubhat2 musuh dan menyerang balik, bukan untuk dakwah. Ketika
Nabi di Madinah, ketika umat telah siap menerima apa saja yang datang berupa
syariat dari Allah, maka Nabi mulai kepada dakwah pembentukan masyarakat Muslim
dalam lingkup Negara berikut system dan perangkatnya. Ini bisa terjadi karena
akidah tadi sudah kuat dan nilai-nilai Islam sudah tampak. Tidak mungkin kita
bicara menegakkan syariat sedangkan nilai-nilai Islam belum ada. Siapa yang
menegakkan? Siapa yang percaya? Apa harus dengan pedang? Ketahuilah bukan
begitu Rasul Saw menegakkan syariat Islam.
Syariat Islam ditegakkan di atas
nilai2. Jika nilai2 Islam dan Tauhid sudah membumi maka ketahuilah menerapkan
syariat Islam bagaikan membalik telapak tangan, bagaikan para Sahabat Rasul
radhiyallahu anhum yang melemparkan botol minuman ditangannya, memecahkan
bejana2 khamar di rumahnya, hingga tanah Madinah basah oleh khamar di seketika
turun larangan meminumnya. Kalaulah yang kaya sadar dengan hak yang miskin ada di
dalam hartanya, tidak ada monopoli kekayaan, yang kaya dan miskin saling bahu
membahu memajukan masyarakat dengan ikhlas, di saat seperti itu apa tidak pantas
tangan pencuri dipotong karena telah merusak keharmonisan bersama. Kalaulah
umat sadar bahaya zina, kabar porno tidak ada dan tidak diminati lagi, urusan
menikah disokong bersama dan dimudahkan, masyarakat terjaga dalam lingkungan
yang terhormat, lalu ketika itu ada yang berzina kemudian merusak keharmonisan
itu, apa tidak pantas untuk dirajam? Ya nilai-nilai inilah yang menjadi
perhatian dari dakwah Rasulullah Saw. Semoga umat tidak berlarut-larut dalam
kegamangannya ketika musuh sudah siap menerkam dengan berbagai syubhat dan
propaganda. Amin.
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukan dan pendapat anda, semoga bermanfaat...