Detik yang Tak Akan Kembali
Tahukah anda bahwa para ulama mempunyai keunikan pada saat- saat mereka menuntut ilmu? Unik karena tidak mungkin kita temui pada zaman ini. Muhammad bin Nadar sangat bersedih ketika umurnya berlalu tanpa faidah atau manfaat. Beliau pernah berkata dengan sedih, "Malamku berlalu sedangkan aku belum menghasilkan apa-apa, dan hari ini siangku berlalu sedangkan aku belum menghasilkan apa-apa, innalillahi wa inna ilaihi rajiun." Lain lagi Khalil bin Ahmad, beliau berkata, "Waktu-waktu yang sangat menyusahkanku adalah waktu ketika aku makan." Ibnu Rusyd pun pernah berkata: "Aku tidak pernah berhenti membaca dan mengulang ilmuku kecuali pada dua malam, malam kematian ayahku, dan malam kematian istriku". Nah, tapi ada yang lebih unik lagi, kakek Imam Ibnu Taimiyah berkata, "Dia (Ibnu Taimiyah) bila sedang berada di toilet selalu berkata padaku, Tolong baca kitab ini, keraskan suara kakek hingga aku bisa dengar!" Tidak itu saja dan masih banyak lagi. Misalkan Imam Nawawi, beliau pernah berkata, "Saat aku masih di madrasah, aku pernah tidak merebahkan tubuhku (untuk tidur) selama dua tahun, maka aku hafal al-Tanbih dalam empat setengah bulan dan membacakan hafalan seperempat kitab Muhazzab kepada guruku di bulan-bulan yang lain dalam dua tahun itu."
Kegigihan luar biasa dari para penuntut ilmu, atau yang tadi kita sebut unik, tentu saja mempunyai hasil yang luar biasa pula. Mungkin sudah sama-sama kita dengar bahwa ulama terdahulu (mutaqaddimin) mempunyai kedalaman ilmu dan keluasan berpikir yang lebih dari ulama berikutnya (mutakhirin). Hal ini dapat kita ketahui secara langsung dari jumlah karya dan ragam ilmu yang dikuasai oleh ulama dari zaman ke zaman. Kualitas ulama pewaris Nabi selalu mengalami penurunan sedangkan masalah umat semakin pelik dan rumit. Mulai dari banyaknya muncul persoalan- persoalan baru dalam kehidupan, adanya perpecahan umat kepada firqah-firqah, hingga banyaknya pemahaman yang salah terhadap agama yang membawa kepada kesesatan.
Begitu pula dari kuantitas ulama yang ada saat ini. Ulama yang memiliki kapabelitas dalam menafsirkan agama yang benar semakin berkurang. Dimana bisa kita jumpai ulama sekaliber Ibnu Hajar Asqalani, Imam An-Nawawi, Ibnu Rusd, Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Ibnu Khaldun, dan Muhammad Abduh. Atau ulama setelah masa mereka, seperti Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Al- Afghani, dan Muhammad Iqbal. Atau ulama-ulama Indonesia seperti Muhammad Natsir, Agus Salim, dan Buya Hamka. Buku-buku mereka semua sampai saat ini masih menjadi rujukan dan pedoman dalam menggali ilmu pengetahuan keislaman maupun umum.
Lalu dimana letak kesalahannya? Apa perbedaan pelajar dahulu dan sekarang? Sehingga output para ilmuwan berbeda-beda. Apakah karena pengaruh system? Masalah ekonomi, masalah fasilitas, ataukah masalah politik? Tentu dengan keadaan serba canggih saat ini hal tersebut tidak cocok dijadikan alasan.
Dalam menuntut ilmu keasadaran akan niat sangat dibutuhkan. Kesadaran ini akan membimbing hati untuk selalu menjaga waktu yang sangat berharga. Menjaga waktu merupakan kunci utama kesuksesan para ulama. Dengan menjaga waktu untuk selalu menghasilkan dan bermanfaat, baik berupa ilmu maupun amal, saat itulah mereka berada diantara orang-orang yang beruntung. Bahkan karena saking berharganya waktu, Allah Ta'ala bersumpah dengan waktu dalam surah Al-Ashr. Hal ini mengisyaratkan kepada manusia untuk selalu memperhatikan urgensi waktu yang terus berlalu detik demi detik.
Imam Al-Ghazali dalam bukunya Bidayatul Hidayah berkata: "Waktumu adalah umurmu, umurmu adalah modal utamamu, padanyalah kamu bejual beli, dengannya lah kamu bisa sampai kepada nikmat yang kekal di sisi Allah. Maka setiap diri bisa jadi tidak berharga, karena kehilangan waktu yang tak ada gantinya, bila ia telah lewat maka tak akan kembali".
Sebagai seorang pelajar atau dalam fase belajar sepanjang hayat ini, hendaklah kita selalu menjaga waktu yang masih tersedia bagi kita. Suatu kerugian yang nyata bila waktu yang terbatas itu berlalu tanpa ada pengaruh pada diri kita. Malam dan siang akan selalu berganti meninggalkan kita. Jangan berpikir malam hari ini atau pagi hari ini adalah malam dan pagi yang sama pada esok hari. Hari esok adalah hari yang berbeda. Tak seorang pun yang tau nasibnya esok hari. Perhatiakanlah setiap azan berkumandang dan ingatlah umur kita semakin berkurang.
Terakhir, sebagai seorang mahasiswa yang sedang berjihad menuntut ilmu, sebagai pemuda yang diharapkan menjadi tonggak penerus bangsa, ingatlah selalu kesempatan yang sekarang berada di hadapan kita. Sadarilah nikmat Allah Ta'ala yang tak terniali ini. Jangan biarkan waktu manipu kita dengan kelalaian dan kemalasan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a, Beliau bersabda: "Dua nikmat yang kebanyakan manusia selalu tertipu padanya: waktu sehat dan waktu luang."
Ya belajarlah dari para ulama-ulama masa lampau bagaimana para pejuang yg gigih itu merebut waktu yang tesedia diberikan Allah 24 jam sehari semalam,kenapa ada yg berhasil kenapa ada yg tidak??????
BalasHapuswaffiqna Y Rabb.....
BalasHapussyukran atas nasehat x, smoga kita bisa sedikit demi sedikit meniru dan mencontoh gaya belajar x para ulama-ulama kita yg terdahulu ( mutaqaddimin) dan ulama-ulama mutakhkhirin... dan faktor2 pendukung kita belajar sangat banyak utk zaman ini dan jga sebalik x, banyak x faktor2 yg membuat kita lalai sebagai tholibul 'ilmi.... semoga sikap kita dewasa menghadapi musykila-musykilah yang ada..... thank's very much Mr. Yahya Ibrahim.... :)
BalasHapus