Membincang Islam Transnasional
Islam transnasional termasuk sebuah terminologi baru yang kembali dipanaskan menjelang pemilu. Namun kalau diperhatikan Islam Transnasional seperti sudah menjadi kajian wajib bagi beberapa kalangan di Indonesia. Kelompok ini menamakan diri sebagai kelompok Islam Kebangsaan.
Syubhat yang secara konstan disebarkan adalah bahwa Indonesia mempunyai ciri dan kekhasan tersendiri yang berbeda dengan Islam Timur Tengah. Sebuah kalimat yang terdengar syahdu mengingat Indonesia yang lekat di hati, sedangkan Timur Tengah yang terlalu asing dalam kehidupan sehari-hari. Maklumlah saat ini dunia sedang terpukau dengan gemerlapnya Barat.
Isu yang dihembuskan adalah bahwa Islam Transnasional bukan merupakan bagian dari Indonesia dan sebuah gerakan berbahaya yang mampu merusak keislaman Indonesia. Gerakan ini cenderung ingin berkuasa dengan merubah tatanan kehidupan dalam masyarakat tersebut, dari cara pemerintahan, pendidikan, sistem hukum, hingga kebudayaan dan ekonomi.
Menilai Islam Transnasional berdasarkan isu tersebut menghasilkan ambiguitas tersendiri terhadap ajaran Islam. Sejak kapan Islam itu terkotak2 sesuai daerah menetapnya? Sejak kapan Islam dibeda2kan berdasarkan suku bangsa? Sejak kapan Islam itu terbagi2 kepada kelompok tersendiri sesuai bahasa dan budaya? Bukankah ini sebuah peng-amin-an terhadap teori Barat bahwa agama merupakan produk budaya? Apakah al Qur'an dan al Sunnah produk budaya Arab?
Islam adalah sebuah risalah yang diturunkan oleh Allah Ta'ala kepada manusia sebagai penunjuk jalan yang lurus, sebagai jalan keselamatan, sebagai pedoman dan manhaj kehidupan. Umat muslim adalah sebuah kesatuan dwngan risalah yang satu, pedoman aqidah, syariah dan akhlak yang satu. Ikatan persaudaraan yang dibangun di atas jama'ah menjadi satu tubuh, ketika satu bagian sakit yang lain ikut sakit.
Islam tidak membeda2kan penganutnya berdasarkan daerah, suku bangsa, bahasa dan warna kulit. Penilaian baik buruk, benar salah, bagus atau tidak, semua dinilai dari nilai2 keislaman, bukan berdasarkan budaya setempat semata.
Berbicara tentang Indonesia, di Indonesia telah tumbuh sebuah ormas besar yang mengakar yang bernama Muhammadiyah sejak tahun 1912. Nama Muhammadiyah dinisbahkan kepada Muhammad Abduh dan bukan Nabi Muhammad Saw, karena sudah nyata bahwa semua umat Islam pastilah pengikut Nabi Muhammad Saw. (Wikipedia Indonesia)
Muhammad Abduh adalah seorang pemikir muslim asal Mesir yang membawa konsep tajdid (pembaruan) dan islah (perbaikan). Konsep tajdid dan islah adalah sebuah konsep pemurnian Islam kembali kepada al Qur'an dan dan Sunnah, melepaskan agama dari kejumudan dan pengaruh2 mistis lokal, khurafat, takhyul dan bid'ah. Dan juga mengembalikan Islam sebagai ideologi umat yang tidak hanya harus diterapkan dalam wilayah politik, tapi juga pada segala dimensi kehidupan masyarakat modern. (Oliver Roy, Globalized Islam, 2004; h. 58)
Hubungan guru murid antara Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho membentuk sebuah madrasah pemikiran yang dinamakan Urwatul Wutsqa. Madrasah ini tersebar dan berkembang di banyak negara. Kemudian madrasah inilah yang menjadi sanad pemikiran Muhammadiyah di Indonesia.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Jama'ah Muhammadiyah dan Ikhwanul Muslimin yang terpresentasikan oleh PKS di Indonesia bagaikan kakak adik. Berasal dari akar, madrasah, kesadaran dan ide yang sama, yaitu Muhammad Abduh dengan al Manar dan Urwatul Wutsqanya. Keduanya juga membawa konsep tajdid dan islah. Maka tidak heran jika Buya Hamka sering menyinggung Ikhwanul Muslimin dalam tausiahnya. Hanya saja di Indonesia Muhammadiyah lebih banyak bergerak pada bidang pendidikan dan sosial, sedangkan PKS lebih kepada politik praktis.
Namun ideologi politik Muhammadiyah dapat tergambar jelas pada partai Masyumi, partai yang dengan jelas ingin menerapkan syariat Islam di Indonesia. Hanya saja partai ini kemudian mundur oleh tekanan pemerintah dan pengkhianatan sebagian kalangan.
Dari uraian diatas dapat kita pahami bahwa ideologi Muhammadiyah juga berasal dari luar Indonesia. Bahkan lebih jauh lagi Islam masuk ke Indonesia juga dibawa pedangang asing dari Arab dan Gujarat. Ulama2 yang tersebar di Indonesia pada awalnya juga dari Arab atau mengeyam pendidikan di Arab. Nabi Muhammad Saw orang Arab, al Qur'an berbahasa Arab dan Shalat kita juga berbahasa Arab. Maka sungguh aneh ada pengelompokan Islam Indonesia, Islam Malaysia, Islam Arab, Islam Afrika, ini dan itu. Kalau dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa penganut Islam itu banyak dan bermacam2 tentu tidak masalah. Namun kalau untuk membeda2kan dan memecah persaudaraan sesama muslim, saling tidak peduli, tidak mempunyai semangat bersama, ini yang jadi masalah.
Terakhir, Islam adalah sebuah ideologi pemersatu umat, awal dari kebangkitan umat, membawa Islam yang terasing di gurun tandus menguasai dunia. Islam itu ideologi yang mempunyai efek menggerakkan jiwa untuk bangkit. Islam bukan ritual dan tradisi yang diturunkan turun temurun tanpa memiliki pengaruh sosial dan fa'aliyah (efektivitas). Setiap muslim mempunyai amanat menjadi khalifah/wakil Allah di muka bumi. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukan dan pendapat anda, semoga bermanfaat...